Kepercayaan

Contour 04-11
      Setiap pagi, begitu banyak ekspresi entah dalam bentuk sebaris ungkapan, atau beberapa baris puisi, atau bahkan yang paling sering dalam bentuk segenggam semangat kala menyambut hangatnya sang surya. Sementara di hari yang lalu saat senja menjelang atau ketika hari mendekati ujung, setumpuk evaluasi bersama sederet harap untuk menemui tetes embun pertama esok hari. Sikulus? Rutinitas? Atau istilah lainnya?
      Sekarang mari kita anggap semua istilah itu tidak ada, sambil melupakan segala teori dan fakta tentang astronomi. Kita mencoba menjadi selugu-lugunya, sehingga menjadi sangat geli sehingga mudah tersulut tawa pada diri sendiri. Ini akan membantu kita untuk mengintip sedikit rahasia yang akan saya gambarkan di balik senja menuju pagi.
      Sebagai manusia lugu, mari kita amati apa yang bergerak di dalam batin kita ketika menyusun rencana setelah evaluasi rampung.? Untuk yang tidak pernah evaluasi dan tidak pernah bikin rencana untuk esok hari juga tidak apa-apa, bisa memulai dengan apa yang ada di benak kita ketika di senja ini kita menyongsong fajar esok? Nah.. ada keyakinan yang tidak kita sadari, mungkin karena sudah terlalu seringnya, adalah besok di waktu pagi matahari akan terbit mengiringi pagi..terbitnya di sebelah timur pula.
     Belum sekalipun kita meragukan, jangan-jangan besok matahari tidak jadi terbit.. atau jangan-jangan terbitnya nanti jam 10 pagi (ukuran jam Indonesia).. atau siapa tau nanti terbitnya di selatan, bukan di timur.. Setiap kita berangkat dengan suatu keyakinan yang sama. Lalu mengapa demikian?
     Karena kita sepakat melupakan ilmu astronomy, maka menjadi sulit menjawab mengapa demikian. Mari kita lihat saja dari sudut keluguan kita, bahwa ini adalah salah satu pelajaran yang terpahat di salah satu bagian alam yang luas ini. Inilah salah satu tuntunan dari Sang Pencipta, untuk kita.
     Pernahkah terbayangkan, untuk selanjutnya kita praktekkan, didalam menjalani kehidupan ini kita bisa seperti kondisi pagi dengan matahari di timur? Entah. Namun dengan sederhana kita bisa bertanya kepada diri sendiri, apakah orang bisa memandang kita seperti kondisi tersebut? Ketika kita berjanji, ketika kita mengatakan sesuatu, ketika kita bersikap terhadap kehidupan ini, orang akan yakin kepada kita seperti keyakinan akan terbitnya matahari esok hari di timur?
     Di sinilah letak rahasianya. Tahukah kita, bahwa di dalam usaha untuk selalu konsisten dalam 'siklus matahari terbit pagi di timur' itu selalu diiringi banyak hambatan, namun bukan berarti hal tersebut mustahil.
Apa yang terucap sama dengan apa yang dilakukan. Setiap janji yang terlontar adalah tanggungjawab yang hanya bisa dihalangi oleh maut. Karenanya ketika orang berurusan dengan kita, maka orang akan merasakan keyakinan yang sama ketika dia yakin akan besok pagi matahari terbit di timur.
     Bila kita telah memilih jalan mencontoh perilaku tersebut dengan konsisten dan yakin, maka bersiaplah untuk menghadapi begitu banyak keajaiban di dalam kehidupan. Bila suatu saat kita terlanjur berucap sesuatu yang kemudian menjadi sulit untuk kita realisasikan, maka Tuhan akan turun tangan untuk merealisasikannya. Tuhan tidak akan rela melihat kita terpeleset menjadi orang yang tidak bisa dipercaya.
     Itulah mengapa, melalui Pesuruh-Nya, Dia memperingatkan kita untuk 'takut' pada kata-kata mereka yang selama ini selalu konsisten menjaga kesesuaian ucapan, janji dan perbuatannya.

2 Responses to "Kepercayaan"

  1. Bang orang Sulawesi Selatan punya semacam motto yang sejalan dengan apa yang bang Hero tulis di alinea terakhir tersebut yaitu "TARO ADA TARO GAU" hehehe gampang diucapkan tapi susah untuk melaksanakan.

    BalasHapus
  2. Dan mestinya kita-kita yang berpredikat 'pencinta alam' tidak sulit dalam menerapkan 'taro ada taro gau' tersebut... bukankah alam telah memberi contoh setiap hari.?
    Bagaimana bebalnya kita yang tidak mampu meniru contoh yang begitu nyata.? ah..sepertinya saya tidak sedang menghayal..

    BalasHapus