Ingkar

Contour 08 - 11
     Berkesempatan mengenal Arya (bukan nama sebenarnya) lalu mengenangnya di saat ini, selalu membuatku geli dan mesti tersenyum sendiri. Dia supel, selalu menebar senyum, membantu tanpa diminta dan tentu saja cerdas. Lulus strata satu dari umiversitas ternama di Makassar, pengetahuannya nampak begitu mumpuni dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh 'Om Bram', site manager di proyek yang kami kerjakan.
     Hampir tidak ada cela di diri Arya, kecuali satu hal, dia sangat tertutup mengenai latar belakang kehidupan maupun asal usulnya. Mengenal identitas Arya bagi kami rekan kerjanya, hanya sebatas yang tertulis di atas KTP nya. Tidak lebih. Dan suatu hari, Om Bram yang didorong oleh rasa ingin tahu yang begitu kuat tentang Arya ini, kembali mencoba dengan candaan 'baru' demi mendapatkan info latar belakang Arya. Namun, Om Bram harus kecewa, bahkan nyerempet meledak emosinya dengan mengatakan, "Eh Arya, kenapa kamu hanya senyum2 terus tanpa mau bicara sedikitpun tentang siapa orang tuamu, dari mana asal-usulmu, bagaimana nakalnya kamu waktu kecil, dengan siapa kamu mencuri mangga tetanggamu, atau apalah.. seperti normalnya kita-kita ini waktu kecil dulu.."
     Arya tetap hanya tersenyum simpul, tanpa ekspresi yang lain. Dengan sedikit mendelik dan suara agak tinggi, Om Bram bilang, "memangnya Kamu ini lahir dari pohon pisang.? Atau tiba-tiba muncul di muka bumi ini dari tangan tukang sulap.?"
     Oh.. saya tidak bisa menahan geli karena kata-kata kesal Om Bram itu hingga saya harus berlindung di balik dinding untuk melepaskan tawa, yang melekat erat di ruang kenanganku hingga hari ini. Dan Arya tetap kukuh, hingga saat proyek selesai, tidak pernah mengungkapkan siapa dirinya.
     Entah apa yang bermaksud ditutup rapat oleh Arya. Apakah ada aib atau mungkin tanggung jawab yang terlalu berat? Ataukah dia ingin menumjukkan kemampuannya untuk mandiri tanpa terkait dengan masa lalunya? Atau adakah kecewa yang teramat mendalam sehingga dia perlu untuk menghapus semua latar belakangnya? Begitu banyak tanya yang sampai hari ini tidak terjawab.
     Namun satu hal yang galau di hati saya, adakah Arya itu hanyalah jelmaan si Malin Kundang yang kesohor itu? Meskipun hanya mitos, namun style Malin Kundang tetap memiliki penganut di setiap generasi, tentu saja dengan varian yang lebih halus dan elegan. Semoga saja, semoga di hari-hari yang lain, saya tidak 'disempatkan' lagi untuk mengenal orang-orang seperti Arya. Sependek apapun akar pohon pisang, namun keberadaannya diperlukan agar dia tetap tertancap dan eksis di muka bumi.

0 Response to "Ingkar"

Posting Komentar