Pertanggung Jawaban

Opini 04-11
     Pastinya setiap kita akan mempunyai analogi tersendiri ketika membaca dua kata tersebut. Apapun itu, semua sah-sah saja seiring perkembangan kondisi yang dihadapi. Begitu juga di lingkungan kampus kita, dimana kata tersebut akan menjadi tolak ukur pembenar dari kegiatan yang dilakukan. Pembenar, yang pastinya sangat jauh dengan kebenaran.
     Setumpuk nota dan bukti penggunaan dana yang telah dikejar-kejar oleh pihak universitas untuk membuktikan suatu kegiatan, manjadi pengertian umum di saat sekarang ini. Ada kegiatan tertentu, alokasi biaya telah disepakati, namun pencairannya di tunda, hingga ada bukti penggunaan biaya. Setelah semua bukti lengkap, lalu pertanggung jawaban dianggap sempurna, maka penggunaaan biaya diganti sesuai dengan nilai yang telah disepakati.
     Yang menjadi galau di pikiran saya adalah, apakah universitas kita itu telah menjadi lembaga (yang hanya cenderung) mengurusi uang (dalam bentuk nota dan kuitansi) saja, di dalam setiap aktifitas yang berhubungan dengan kegiatan kemahasiswaan? Mengapa begitu intensifnya mengurusi tumpukan-tumpukan kuitansi, tanpa risau dengan laporan kegiatan, apalagi pada hasil dari kegiatan yang telah dibiayai tersebut? Kalaupun mahasiswa di bebani kewajiban untuk membuat laporan kegiatan, maka itu hanyalah formalitas pelengkap administrasi. Tidak pernah ada evaluasi atas laporan tersebut, apalagi untuk verifikasi hasil dan pencapaian. Lalu kemana fungsi analitis dari institusi akademis itu?
     Inilah sistim yang berkembang, yang entah disadari dan disengaja atau tidak, telah mendidik generasi yang terlibat di dalamnya, yang bernama mahasiswa. Maka, dijumpailah kemudian mahasiswa-mahasiswa opurtunis yang hanya menyandarkan pertanggung-jawaban pada tumpukan kuitansi penggunaan biaya. Tidak ada budaya akademis yang menyertai.
     Contoh sederhana saja misalnya, unit kegiatan mahasiswa mengirimkan anggota (wakilnya) untuk suatu kegiatan, entah kegiatan yang melibatkan institusi lain, atau kegiatan yang murni kebutuhan intern ukm tersebut. Maka sudah bisa dipastikan setelah kegiatan selesai, yang terbawa pulang adalah setumpuk cerita yang dipresentasikan secara informal, sepotong-sepotong, tidak berurut dan pastinya tidak lengkap sesuai selera penuturnya, tentu saja dengan bukti-bukti penggunaan biayanya. Tidak ada pertanggungjawaban berupa laporan terutulis yang dipresentasikan secara formal di hadapan anggota organisasi yang telah memandatkan hak mereka kepada yang telah mewakilinya. Semuanya kemudian bisa ditebak, cerita-cerita dan informasi yang disampaikan tidak bisa diverifikasi, tidak bisa dijadikan referensi.
     Padahal setiap anggota di dalam organisasi berhak untuk informasi dari dia atau mereka yang telah diberi mandat tersebut. Lalu mengapa tidak terlaksana? Bukankah ini merupakan suatu bentuk pengingkaran kalau bukan disebut sebagai penghianatan mandat yang telah diberikan? Menikmati fasilitas organisasi tanpa memberi imbal balik yang sepadan dan layak, yang sudah seharusnya untuk organisasi.
     Ada banyak keuntungan bila kita mampu membangun kebiasaan bertanggung jawab dengan tertulis di dalam setiap kegiatan. Apalagi bagi kita yang intens berkegiatan di alam bebas, setiap kita begitu akrab dengan kemungkinan untuk berjumpa kondisi yang dapat merenggut nyawa. Nah bagaimana bila kita tiba-tiba harus meninggal dunia sementara informasi-informasi yang seharusnya untuk organisasi hanya tersimpan di kepala kita saja?
     Sudah saatnya, Korpala sebagai salah satu ukm terpandang di lingkungan Universitas Hasanuddin, menjadi pelopor dalam mengembangkan budaya bertanggung jawab yang elegan, sesuai dengan tradisi akademis yang universal. Bila pihak birokrat tidak memberi contoh yang layak, bukan berarti kita juga menjadi layak ikut-ikutan melembagakan contoh tersebut. Kita bisa menunjukkan bagaimana proses pertanggungjawaban yang seharusnya, yang selayaknya, sehingga paling tidak kita bisa menjadi bagian yang membantu proses perbaikan generasi penerus di negeri kita. Memulai dari setiap kegiatan, bagaimanapun kecilnya, apalagi bila menggunakan fasilitas organisasi untuk mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut secara tertulis dalam bentuk laporan yang diperesentasikan di depan seluruh anggota.
     Mari kita survive with Korpala dengan cara yang elegan dan bermartabat.

salam hangat dari D4,
k-058

6 Responses to "Pertanggung Jawaban"

  1. Menurut sy memang harus dipisahkan antara pertanggungjawaban ke kampus dan ke organisasi karena keduanya memang berbeda kepentingan.
    Laporan kegiatan kurang relevan bagi universitas, tetapi kuitansi pengeluaran sangat penting karena pada saat ini semua orang sedan takut untuk melakukan penyelewengan krn bisa jadi sasaran tembak. Ini menurut sy sebuah perkembangan yg baik dlm rangka menuju sebuah budaya anti korupsi yg sdh demikian parah kondisinya saat ini.

    Sebaliknya laporan kegiatan bisa bermakna ganda yaitu 1) sebagai tanggungjawab moral anggota kepada organisasinya untuk sharing experience, dan 2) untuk melatih kemampuan menulis bagi mahasiswa. Tanpa disadari hal ini akan sangat bermanfaat ketika kita akan memasuki rimba dunia yg nyata nantinya.

    Pengalaman sy bekerja di perusahaan swasta, kedua hal ini hampir wajib dilakukan dalam bentuk expense report dan laporan singkat kegiatan yg diikuti.

    Agar hal ini menjadi sesuatu yg baku di Korpala, maka saya usul agar dibuat SOP khusus untuk hal ini agar terjadi konsistensi. Mungkin ini menjadi tantangan bagi pengurus untuk membuat SOP-SOP lainnya utk kegiatan apa saja. Saya yakin hal ini akan menjadi catatan sejarah sekaligus legacy bagi generasi Korpala mendatang. Alangkah luarbiasanya jika Korpala bisa mewujudkan hal ini karena ini berarti telah sedikit menjalankan prinsip2 manajemen modern.

    Demikian tanggapanku bang Hero, maaf kalau ngawur dan kurang berkenan, maklumlah dibuat sambil menunggu hujan reda.

    Selalu Korpala
    K-023 The Climb

    BalasHapus
  2. Masukan yang sangat bagus, selanjutnya kita menunggu respon dari pengurus.
    Mungkin teman-teman yang lain bisa menambahkan masukan yang akan memperkaya bekal pengurus dalam menetapkan kebijakannya.?
    Dengan sangat hormat ditunggu saran-saran ta'..

    BalasHapus
  3. Bang, Tahun I saya mengabdi sebagai PNS di salah satu instansi pemerintahan di daerah perbatasan saya sudah melontarkan ide-ide itu yaitu mempresentasikan di depan staf lainnya setelah mengikuti kegiatan dinas luar walaupun saya akui bahwa ada hal "negatif" yang melatarbelakangi ide saya tersebut yaitu adanya perasaan ketidakadilan pimpinan dalam mengutus staf untuk perjalanan Dinas Luar (mau tong 'ki jalan kodong), tapi alhamdulillah ide tersebut dijalankan sampai sekarang dan sudah menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP). Saya yakin KORPALA bisa menjalankan itu.... dan suatu saat pasti ada yang nyeletuk "ternyata yang susah adalah memulainya saja". Demikian bang Hero.

    BalasHapus
  4. ide yg sangat bagus bang,,kalo perlu di mulai dari sekarang mumpung di depan kita ada sebuah kegiatan besar,,,,,,

    BalasHapus
  5. Dan di hari-hari ini saya rindu ada respon dari adik-adik yang bergelut di mabes.. merespon dalam bentuk kalimat-kalimat yang dapat dipertanggung jawabkan, dapat ditagih, dapat dievaluasi.. bukan dalam bentuk 'iya-iya-iya..' di bibir, yang sesaat kemudian akan sirna tersapu anging mammiri..

    BalasHapus
  6. Iya betul skali Bang...
    Pada dasarnya kita saja sebagai manusia biasa yg tidak luput dari kesalahan, khilaf dan dosa..namun semua itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak di hadapan sang Khalik..demikian pula dgn kegiatan kecil di Korpala, apalagi kegiatan yg sudah membawa nama organisasi ke hadapan Rektorat..hal sekecil apapun dalam makna "pertanggungjawaban kegiatan" bila kita mengabaikannya akan menjadi ancaman dan boomerang bagi diri kita pribadi yang melakukan kegiatan tersebut & pastinya juga akan berdampak bagi anggota organisasi yg bersangkutan..
    Demikian sedikit kesah dari pemerhati Korpala..

    ...Sukses dan terus maju KORPALA-ku...

    BalasHapus