Ada Timur yang menjadi sebutan untuk arah matahari terbit. Istilah yang diciptakan manusia, lebih untuk memudahkan komunikasi dan mengembangkan peradaban. Tanpa istilah timur itu dibuat, matahari akan tetap terbit dari arah terbtnya itu, bahkan jauh hari sebelum kehadiran manusia di muka bumi. Tidak ada perdebatan apakah matahari akan legal bila terbit di arah itu, atau malah melanggar kesepakatan rambu-rambu yang banyak tertera di atas kertas berjilid-jilid. Sekali lagi, tanpa itu semua, keabsahan terbitnya tidak pernah bisa diganggu gugat.
Begitu juga ketika sebuah biji merekah lalu mulai menumbuhkan kecambah, berkembang mengikuti irama kehidupan hingga nantinya bisa menghasilkan biji untuk kembali menjadi bibit. Ada kearifan yang selalu menjadi rujukan untuk disepakati tanpa perlu mencari dasar hukum legal di dalam kitab-kitab. Kearifan dari suatu proses yang telah diwariskan turun temurun, akan selalu berlangsung di dalam simfoni yang mesra, tanpa kedengkian, tanpa intrik, tanpa egoisme.
Singkirkan semua istilah, sebutan, definisi, rujukan atau apapun yang ternyata sia-sia tidak mampu melencengkan sedikitpun arah matahari terbit, proses bibit menjadi pohon, ataupun proses-proses benda semesta alam. Biarkan saja semua tumpukan kitab itu menjadi pengiring kafilah yang terseok-seok karena beban dengki yang dibelenggu intrik dan egoisme.
Biarkan saja semuanya berproses di dalam kearifan alamiahnya masing-masing.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Salam Rimba 10 - 11"
Posting Komentar