Puisi 10 - 11

DINGIN BENAR MALAM INI
 
          Kami merasa sudah letih sekali malam ini
          Dan rindu pulang kembali
          Rumah-rumah di sepanjang jalan sudah tertutup rupanya
          Sedangkan kami tidak pernah punya kuncinya
 
Tinggal losmen-losmen yang kotor dan murah
Dengan para perempuan buruk yang tiap malam terjaga
Tapi kami tak pernah punya uang untuk itu
Cukup menengok sekilas, menunduk lalu
 
          Lampu di jalanan yang selalu menyala letih tapi setia
          Bagai menggigil setiap kemarau tiba
          Di bawahnya kami saling menatap wajah kami sendiri
          Terbaca : kosong dan sepi
 
                    Selalu kalau kami ingin pulang sebab merasa letih
                    Tak pernah tahu kemana mesti pergi
                    Takkan kami hitung sejak kapan mulai mengembara
                    Rumah-rumah sudah tutup, kami tak punya kuncinya
 
Kemudian terdengar anjing menyalak jauh sekali
Ketika kami lintasi jembatan kota ini
Rasanya semakin dingin tangan-tangannya yang keras
Kami berhenti sejenak ; angin kemarau melintas
 
          Terasa benar kini betapa hina diri kami ini
          Sudah rindu pulang tak punya anak kunci
          Kapan pula gerangan rumah-rumah terbuka bagi kami
          Tak lagi dingin dan sepi
 
Mereka yang berbahagialah nyenyak tidur setiap letih tiba
Kami takkan mengetuk rumah mereka untuk melepas lelah
Kami memang dilahirkan untuk tidak istirahat
 
          Kami pandang rembulan tua itu sekali lagi
          Lalu kami turuni jembatan kota ini
          Rasanya semakin dingin kehidupan di bawahnya yang samar
          Terpisah dari nasib baik yang pijar
 
                    Kami merasa mengantuk sekali malam ini
                    Dan ingin memejamkan hati
                    Tapi sudah genap tiga hari ini kami berpuasa
                    Bagaimana bisa tidur, kalau begini lapar rasanya
 
Kalaupun kami setiap pintu terbuka di kota
Selalu saja sahutnya : tak ada, yang lain saja
Kemudian kami remas rambut kami sendiri yang hitam
Bukan sebab sakit hati atau dendam
 
          Selalu kami ingat tiap-tiap rumah makan benderang
          Nampak pipi orang-orang yang selalu kenyang
          Dan ketika terlihat wajah kami di kaca toko terbaca : selalu tergesa tua
 
Kami letih sekali dan ingin tidur malam ini
Tapi dingin serta laparnya begini
Takkan sampai hati kami mengetuk rumahmu mengharap ulur tangan
Sebab tahu jarak kemerdekaan, kegagalan, dan kemiskinan
Nur Fitriani Usdyana Attahmid
Gambar dari intofineart.com 

0 Response to "Puisi 10 - 11"

Posting Komentar